Salah satu asumsi yang mendasari pembuatan website ini adalah pembelajaran menerjemah berlangsung paling efektif apabila berpusat kepada orang yang mempelajarinya (learner-centered). Maksudnya, setiap orang yang sedang belajar (murid dan juga guru) memperoleh pengalaman-pengalaman dan menemukan penemuan-penemuannya sendiri. Pengalaman menerjemah dan penemuan menerjemah itu juga muncul dari dan terkait pula dengan pengalaman dan pengetahuan yang dimilikinya pada waktu lampau. Agar diktat ini mencapai keefektifan maksimal di dalam kelas, maka pengajar harus bersedia masuk ke suatu lingkungan yang berpusat kepada pembelajar (learner-centered environment) dan bekerja sama dengan mereka untuk menciptakan lingkungan tersebut. Ini berarti:
Penerjemah tersumpah yang merupakan pengajar bukanlah sumber dari segala ilmu, tetapi fasilitator pengalaman pembelajaran mahasiswa. Penerjemah adalah pembelajar juga seperti murid-muridnya.
Peserta pelatihan bukanlah orang yang secara pasif menerima ilmu atau keterampilan, melainkan secara aktif menghasilkan ilmu atau keterampilan, sehingga mereka juga menjadi pengajar seperti pengajarnya.
Tidak ada jawaban atau "solusi" benar atau salah untuk topik-topik diskusi atau latihan-latihan yang diberikan pada akhir tiap bab. Topik diskusi dan latihan dirancang untuk membantu kelompok-kelompok pembelajar agar menggunakan pengetahuan mereka untuk mengembangkan cara-cara yang efektif guna menemukan hal-hal yang belum mereka ketahui, dan hasil yang diperoleh setiap kelompok tidak akan sama. Tidak semua topik diskusi dan latihan akan berhasil untuk semua kelompok, karena manusia tidaklah sama. Dosen harus siap "gagal" dengan beberapa topik dan latihan, lalu mencoba yang lain.
Kegagalan pengajar dalam memberikan contoh terjemahan bukan kelamahan atau kekurangan yang vital, karena setiap terjemahan bisa jadi memiliki ambiguitas pada setiap kondisi. Peserta pelatihan atau murid dapat juga berpikir kritis dengan menyguhkan ide ide cemerlang untuk menemukan makna terjemahan yang lebih tepat.
Seorang peserta pelatihan yang memiliki latar belakang pendidikan hukum tentu memiliki lebih banyak referensi terjemahan dari pada guru yang memiliki latar belakang pendidikan teknik. Hal ini juga akan memberikan pengaruh signifikan pada kualitas terjemahan seseorang apabila dokumen atau naskah yang akan diterjemahkan sesuai dengan kompentensinya.