Hubungan Calon Penerjemah dan Pengajar

Senantiasa berpikiran terbuka: jika calon penerjemah menyukai latihan-latihan itu, dan Anda gembira menyaksikan calon penerjemah menyenangkan diri mereka sendiri, walaupun Anda tidak yakin apakah mereka benar-benar belajar sesuatu yang berharga, cobalah pendekatan itu sedikit lebih banyak. Berikan kesempatan yang cukup untuk latihan latihan itu. Latihan-latihan itu memang betul-betul berhasil; ide-idenya memang bermanfaat, walaupun nilainya tidak langsung bisa diakui berdasarkan istilah akademis lama.

Semua topik diskusi dan latihan tersebut mengambil sikap perkuliahan yang tidak terpusat (decentered) atau perkuliahan yang berpusat kepada calon penerjemah. Dalam perkuliahan seperti ini, penerjemah pengajar paling banyak berfungsi sebagai fasilitator pengalaman pembelajaran calon penerjemah, bukan sebagai pihak berkuasa yang membagi-bagikan pengetahuan dan ujian untuk memastikan mereka sudah belajar dengan sebaik-baiknya.

Oleh sebab itu, tidak ada jawaban benar atau salah untuk topik-topik diskusi tidak ada "kunci" yang diberikan dalam apendiks ini bagi pengajar yang ingin memakai topik-topik itu sebagai soal ujian dan tidak ada pengalaman yang benar atau salah yang berasal dari latihan-latihan tersebut. Bahkan, saya sengaja memasukkan suatu ketegangan antara sikap-sikap yang diambil tiap-tiap babnya dengan topik-topik diskusi pada akhir masing-masing bab: apa yang disajikan sebagai kebenaran dalam suatu bab kerap dipertanyakan dalam topik diskusi pada akhir bab itu.

Tindakan ini berdasarkan asumsi bahwa manusia tidak pernah menerima sesuatu yang baru sampai mengujinya dengan pengalamannya sendiri. Asumsi bahwa fakta, aturan, atau teori dapat atau harus disajikan secara sederhana sebagai kebenaran abstrak universal yang harus dihafalkan oleh calon penerjemah dibuat berdasarkan pada pemahaman yang keliru tentang pengolahan dalam sistem saraf manusia. Cara kerja otak sebenarnya tidak demikian.

Terkait dengan filsafat pedagogis yang berbasis pada otak ini adalah perkembangan melalui tiga tahap tiga serangkai "diksi" menurut Charles Sanders Peirce: abduksi (menebak-nebak, lompatan intuitif), induksi (pengalaman praktik), dan deduksi (aturan, hukum, teori) yang diulas tulisan tulisan berikutnya (pada tulisan ini dan seterusnya). Gagasan nya di sini ialah aturan dan teori memang berguna di dalam ruang kelas, tetapi hanya jika aturan dan teori itu muncul dari dan terus-menerus sama dengan intuisi dan pengalaman praktis.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *